Orientasi Kelompok Banguntapan : Merubah Ajaran dan Merebut Aset PSHT
Bila menengok lagi perjalanan organisasi secara kronologis mulai Parapatan Luhur 2016, sampai sekarang pendukung sdr. Taufik dan Mas Wiyono akhirnya berkumpul dengan sekretariat di Banguntapan. Berkumpulnya pendukung sdr. Taufik dan Mas Wiyono di Banguntapan ini lazim disebut dengan Kelompok Banguntapan. Seakan sudah menjadi tanda yang mengisyaratkan bahwa Kelompok Banguntapan sudah berbeda dan terpisah dengan PSHT Pusat Madiun baik secara ajaran, orientasi, dan pendekatan yang dilalui. Keterpisahan yang sengaja mereka jalani untuk mencapai tujuan mereka. Menguasai organisasi dan juga aset-asetnya.
Dalam tinjauan ajaran, sudah sangat jelas bahwa Kelompok Banguntapan sudah keluar dari ajaran PSHT. Salah satu poin pada rakernas 2016 yang diajukannya adalah pengesahan bisa dilakukan di luar bulan Suro ini semua atas petunjuk mas ST .Juga, ubo rampe pengesahan sengaja dikurangi. Kemudian poin-poin tersebut berhasil digagalkan oleh segenap saudara-saudara sepuh yang memahami ajaran PSHT. Walau, poin-poin yang diajukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang dekat dengan sdr. Taufik ini seperti sekedar 'test on the water' saja, namun nampak sudah orientasi kelompok pendukung sdr. Taufik dan Mas Wiyono yang kemudian lazim disebut Kelompok Banguntapan ini adalah merubah pakem ajaran PSHT yang resmi.
Kelompok Banguntapan semakin nyata keluar dari Ajaran PSHT ketika bulan Suro 2017 kemarin. Ketiga Majelis Luhur mereka yaitu Mas Wiyono, Mas Edi Asmanto, dan Mas Wilis Gerilyanto disahkan tingkat tiga oleh Djoko Koentjoro yang merupakan orang di luar PSHT, pun tanpa melalui ubo rampe khas PSHT juga. Ritual dan ubo rampe yang berbeda ini tentunya mengisyaratkan juga sebuah ajaran dan filosofi yang berbeda pula.
Perlu diketahui, Djoko Koentjoro adalah menantu dari Pak Hasan Djojoadhi Soewarno. Pak Hasan Djojoadhi Soewarno dalam organisasi masih tingkat satu. Dalam sejarah pembentukan organisasi, Pak Hasan Djojoadhi Soewarno tidak hadir dalam kongres perubahan bentuk PSHT dari paguron ke organisasi pada tahun 1948. Tentunya, Pak Hasan Djojoadhi Soewarno tidak tahu tentang hakikat Mukadimah PSHT yang disusun bersamaan dengan kongres murid-murid dari Eyang Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1948 dan dipakai hingga saat ini. Karena itulah, beliau tidak mengakui organisasi dan nama PSHT. Makanya, beliau masih menggunakan nama SH PSC dalam identitasnya. Terkait predikat beliau sebagai tingkat tiga juga tidak dijelaskan beliau dapat darimana.
Dalam perkembangannya, Pak Hasan Djojoadhi Soewarno mempunyai murid-murid seperti pak Slamet Riyadi, pak Ngemron, dan juga Pak Djoko Koentjoro sekaligus sebagai menantu beliau. Karena ajarannya yang memang berbeda dengan PSHT, beliau bersama muridnya bernama Pak Ngemron pindah atau menyeberang ke PSH atau SHO sampai akhir hayatnya. Dalam pengakuan ketiga muridnya, mereka telah disahkan tingkat tiga oleh Pak Hasan Djojoadhi Soewarno. Para muridnya lebih mengakui kalau mereka adalah penerus ajaran PSC Pak Hasan Djojoadhi Soewarno. Dan merekapun mengakui juga bahwa jurus pencak silatnya juga filosofi ajaran dan tingkatan berbeda dengan PSHT.
Secara ajaran dan keorganisasian PSHT sebenarnya sudah jelas dan termaktub dalam Mukadimah PSHT. Karena Pak Hasan Djojoadhi Soewarno tidak mengakui organisasi dan ajaran PSHT yang termaktub dalam Mukadimah, sudah barang tentunya para muridnya juga sudah berbeda dalam segi ajarannya dengan PSHT. Sedangkan Mukadimah PSHT itu adalah amanah sesepuh PSHT yang harus dijaga oleh para warga PSHT pada umumnya, juga pemimpin dan pengurus organisasj pada khususnya. Bila kemudian ketiga Majelis Luhur Kelompok Banguntapan yaitu Mas Wiyono, Mas Edi Asmanto, dan Mas Wilis Gerilyanto disyahkan tingkat tiga oleh Djoko Koentjoro maka, bisa dipastikan secara langsung telah keluar dari ajaran PSHT, juga tidak berhak lagi menyandang nama PSHT. Kalaupun masih berada dalam organisasi, maka sebenarnya tujuan mereka adalah merubah ajaran dan organisasi PSHT yang telah dimanatkan oleh para sesepuh PSHT dan mereka gantikan dengan ajaran Pak Hasan Djojoadhi Soewarno.
Salah satu upaya mereka merubah ajaran dan organisasi secara keseluruhan adalah dengan menguasai aset dan yayasan PSHT. Setelah hak paten senam jurus, seragam, dan lambang mereka gugat, persoalan lain dalam benak mereka adalah aset dan yayasan. Sebelum mereka menguasai aset dan yayasan, mereka membangun opini bahwa ada penyelewengan keuangan yang dilakukan oleh orang-orang Pusat Madiun. Bisa dikatakan opini, karena mereka hanya melakukan kalkulasi hitung-hitungan diatas kertas saja tanpa ada bukti penyelewengan telah terjadi. Ketidak mauan mereka melakukan dialog dengan Pusat Madiun sudah membuktikan bahwa penyelewengan itu hanyalah fitnah omong kosong tanpa bukti.
Yang absurd dari Kelompok Banguntapan, dengan Ketua Umum sdr. Taufik adalah mereka datang hanya beberapa kali ke Padepokan Agung PSHT Pusat Madiun, itupun hanya pada acara-acara formal saja, mereka merasa sudah tahu banyak semua keuangan organisasi PSHT. Tidak pernah tahu sejarah pembangunan Padepokan Agung. Tidak pernah tahu bagaimana usaha keras Alm. Kangmas Tarmadji mewujudkan pesan Kangmas RM. Imam Koessoepangat untuk mendirikan Padepokan untuk saudara-saudara PSHT. Namun, anehnya Kelompok Banguntapan ingin merebutnya. Padahal, bila Kelompok Banguntapan bila mau melakukan dialog, semua akan terbuka terkait aset organisasi. Karena, sebenarnya masalah aset organisasi ini sudah clear dan jelas.
Usaha mereka memang sistematis dalam merebut yayasan PSHT. Ketiga Majelis Luhur kelompok banguntapan yaitu Mas Wiyono, Mas Wilis Gerilyanto, dan Mas Edi Asmanto mengadakan acara rapat yayasan PSHT tanpa mengundang semua pengurus yayasan lainnya seperti Kangmas Hari Wuryanto, Kangmas Issoebiantoro, dan lainnya. Hasilnya, Kelompok Banguntapan secara sepihak memutuskan sdr. Lanjar Sutarno sebagai Ketua Yayasan dan Sugiarto Harsono sebagai Sekretarianya. Tindakan, Kelompok Yayasan ini cacat hukum.
Setelah yayasan secara sepihak akan direbut oleh kelompok yayasan, mereka memblokir rekening Bank yayasan. Sehingga mereka mengharapkan mendapatkan uang dari cabang-cabang.
Beberapa cabang ada yang salah mengirimkan uangnya. Dari cara-cara kotor kelompok banguntapan ini, Pusat Madiun tidak kehilangan akal. Uang masuk segera diblokir juga. Walhasil Kelompok Banguntapan yang akan mengambil uang ditolak oleh pihak Bank karena meminta surat legalitas yang jelas. Jadi jelas, dalam hal ini Kelompok Banguntapan orientasinya ke uang atau dana saja. Kelompok Banguntapan tidak pernah tahu menahu urusan operasional Padepokan Agung PSHT dan perawatannya. Pertanggungjawaban Parluh 2016 saja tidak jelas. Namun, mereka melempar opini bahwa Pusat Madiun melakukan penyelewengan keuangan tanpa bukti nyata. Mereka mengatakan bahwa sdr. Taufik kemana-mana memakai uang pribadi itupun bohong. Sdr. Taufik melakukan plesiran kemana-mana, mengadakan pertemuan dan menginap di hotel berbintang di beberapa kota memakai uang PSHT.
Melihat orientasi Kelompok Banguntapan tentunya mudah untuk dimengerti. Bila ajaran adalah ruh organisasi, dan aset adalah fisik, maka kelompok banguntapan sudah berusaha menguasai PSHT lahir batin. Ajaran dirubah dan aset coba direbutnya secara sepihak adalah orientasi Kelompok Banguntapan terhadap organisasi. Tindakan mereka bisa menghapus sejarah organisasi yang bernama PSHT. Pengkhianatan terhadap amanah luhur yang tertulis dalam Mukadimah. Menghapus peran sesepuh-sesepuh tokoh PSHT yang telah berjasa membangun organisasi. Tindakan mereka yang sudah terlalu jauh ini tidak bisa dibiarkan apalagi cuma didiamkan saja.
Friedrich Soebroto
5 Februari 2018
Selasar Kartini - Salatiga
Malam mendung gerimis dari atas langit